Dark
Light

Kolaborasi Antara EVOS Esports dengan VISA dan Mandiri: Bukti Seksinya Industri Esports

3 mins read
August 6, 2021
EVOS Card juga berfungsi sebagai kartu membership. | Sumber header: Esports Insider

Industri game dan esports kini tengah naik daun. Untuk memberikan gambaran tentang keadaan industri game dan esports di Indonesia dan Asia Tenggara, EVOS Esports menggelar Media Discussion: Indonesia Industry Outlook 2021. Dalam konferensi pers virtual itu, EVOS menjelaskan tentang potensi dari industri game dan esports di Indonesia, baik dari segi jumlah gamers, jumlah pemasukan, serta jumlah penonton esports.

Jumlah Gamers dan Total Belanja Gamers Indonesia

Di enam negara Asia Tenggara — Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura — jumlah gamers diperkirakan mencapai 284,6 juta orang pada 2021. Sementara jumlah pemasukan industri game di keenam negara itu diduga akan mencapai US$5,86 miliar. Dari enam negara tersebut, Indonesia menjadi negara dengan jumlah gamers paling banyak. Hal ini tidak aneh, mengingat Indonesia memang memiliki populasi terbesar dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Jumlah gamers di Indonesia pada 2021 diduga akan mencapai 116 juta orang. Sebagai perbandingan, jumlah gamers di Filipina mencapai 55,5 juta orang dan di Vietnam 54,8 juta orang.

Jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, industri game Indonesia juga punya pemasukan paling besar, mencapai US$1,9 miliar. Thailand menjadi negara dengan industri game terbear kedua di Asia Tenggara, diikuti oleh Malaysia. Meskipun begitu, dari segi ARPU (Average Revenue per User), Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand. ARPU di Indonesia hanya mencapai US$16,4. Sebagai perbandingan, ARPU Thailand mencapai US$31,2, Malaysia US$47,1 dan Singapura US$111,6.

Jumlah gamers dan pemasukan industri game di 6 negara SEA. | Sumber: EVOS Esports

Sementara di masa depan, jumlah gamers diperkirakan masih akan naik. Dari 2020 sampai 2025, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) dari jumlah gamers mencapai 4,9%. Jadi, pada 2025, jumlah gamers di Tanah Air diproyeksikan akan mencapai 142 juta orang. CAGR dari jumlah penonton esports bahkan lebih tinggi, mencapai 16,4%. Pada 2020, jumlah penonton esports di Indonesia mencapai 14 juta orang: 8 juta enthusiast viewers dan 6 juta occasional viewers. Lima tahun kemudian, pada 2025, jumlah penonton esports diduga akan menembus 29 juta orang, dengan pembagian 17 juta enthusiast viewers dan 12 juta occasional viewers.

“Pada tahun 2016, PC gaming memang dominan. Namun, dalam tiga tahun terakhir, muncul mobile game, seperti Mobile Legends dan Free Fire. Dengan begitu, hanya berbekal smartphone, anak-anak muda sekarang sudah bisa jadi gamers. Barrier of entry-nya jadi jauh lebih mudah. Hal ini jadi salah satu alasan mengapa jumlah pemain game sekarang lebih banyak daripada konsumsi konten digital lainnya,” kata Co-Founder & Chief Marketing Officer EVOS Esports, Michael Wijaya alias Mike. “Jumlah gamers di Indonesia akan naik pesat. Dan dari segi passion, mereka juga lebih memilih untuk bermain game daripada menikmati hiburan lainnya.”

Kebiasaan Penonton Esports di Indonesia

Sebagian besar penonton esports di Indonesia bersaal dari generasi milenial dan Gen Z. Berdasarkan data dari EVOS, sebanyak 58% dari penggemar EVOS dan esports merupakan remaja di bawah 18 tahun. Sementara 41% lainnya berada di rentang umur 19-29 tahun. Mudanya umur para penggemar esports berpengaruh pada lama waktu mereka bermain. Sebanyak 62,8% fans EVOS bermain game setiap hari. Dan sekitar 41,73% dari mereka menghabiskan waktu untuk bermain game selama 3-5 jam sehari.

Kebiasaan para gamers di Indonesia. | Sumber: EVOS Esports

Menariknya, kebanyakan dari fans esports setia untuk bermain satu game. Sebanyak 33,65% fans esports mengungkap bahwa mereka hanya memainkan satu game. Sementara sebanyak 27,96% hanya bermain 2 game. Mike menyebutkan, tiga game yang paling populer di kalangan fans esports adalah Mobile Legends, Free Fire, dan PUBG Mobile.

Soal kebiasaan berbelanja, sebanyak 39,33% audiens esports melakukan pembelian dalam game sebanyak 1-3 kali sebulan. Walau, dari segi besar transaksi, total belanja mereka tidak terlalu besar. Sebanyak 67,96%  penonton esports menghabiskan uang kurang dari Rp100 ribu. E-wallet seperti GoPay, OVO, Dana, dan LinkAja, jadi pilihan pembayaran favorit para fans esports. Hampir setengah (48,13%) dari fans esports melakukan pembayaran melalui e-wallet. Hanya 6,42% penonton esports yang melakukan transaksi via platform milik bank. Hal ini menunjukkan, pihak bank masih bisa menggenjot jumlah transaksi di kalangan para gamers.

Kerja Sama EVOS dengan VISA dan Mandiri

Seiring dengan semakin berkembangnya industri esports, semakin banyak pula pihak yang ingin terlibat dalam industri tersebut, termasuk perusahaan-perusahaan non-endemik, seperti VISA dan Bank Mandiri. EVOS telah menjalin kerja sama dengan VISA pada Juli 2020. Sementara dengan Bank Mandiri, EVOS meluncurkan EVOS Card pada Juni 2021. Berfungsi layaknya kartu debit, EVOS Card bisa didapatkan oleh nasabah lama maupun orang-orang yang membuka rekening baru di Mandiri. Hanya saja, kartu itu dibuat dalam jumlah terbatas. Sejauh ini, telah ada seribu orang yang menggunakan kartu tersebut.

Mike mengungkap, EVOS menyambut perusahaan-perusahaan non-endemik dengan tangan terbuka. Karena, keikutsertaan perusahaan-perusahaan non-endemik yang sudah berumur puluhan tahun dan punya reputasi baik, seperti bank, dapat membantu EVOS dan pelaku dunia esports lain untuk menghilangkan stigma negatif yang ada terkait esports. Memang, sampai saat ini, masih ada orang yang percaya dengan sejumlah mitos terkait game dan esports.

“Dalam lima tahun terakhir, EVOS ingin mengubah sentimen negatif yang ada. Kami ingin menunjukkan, ada karir di industri esports. Melalui kerja sama dengan Bank Mandiri dan VISA, kami ingin menunjukkan pada para orang tua bahwa industri esports bahkan telah disorot oleh banking, yang secara nature sangat dipercaya,” ujar Mike.

Para pembicara di Outlook bersama dengan MC.

Sementara itu, Head of Strategy & Planning Visa Indonesia, Handikin Setiawan menjelaskan alasan mengapa VISA tertarik untuk menjajaki dunia esports. Dia mengungkap, sebagai perusahaan yang telah berumur puluhan tahun, VISA terus berusaha untuk tetap relevan dengan tren yang ada. “Kita melihat bahwa sekarang adalah zaman digital. Dan industri game merupakan ekosistem digital first,” ujarnya. Karena itu, VISA ingin agar mereka tetap bisa relevan di mata para gamers. Lebih lanjut, Handikin menjelaskan, saat ini, segmen gaming berisi orang-orang berumur di bawah 30 tahun. Dan memang, di Indonesia, kebanyakan masyarakatnya ada di bawah umur 30 tahun.

“Dalam 5-10 tahun lagi, generasi ini akan masuk ke prime age. Mereka yang akan menentukan how payment is done,” ujarnya. Dia juga menyebutkan, pandemi telah membuat gaya hidup masyarakat mulai berubah, dari offline ke online. VISA percaya, tren ini adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, penting bagi mereka untuk bisa dekat dengan komunitas gamers, yang merupakan digital native.

Sumber header: Esports Insider

Previous Story

Karyawan Activision Blizzard Bentuk Koalisi, Tolak Putusan Sang CEO

DailySocial mewawancarai Farhan Ramadhan dari Line Indonesia / DailySocial
Next Story

[Video] Cerita di Balik Pembuatan Desain Aplikasi yang “Seamless” dan “User Friendly”

Latest from Blog

Don't Miss

Valve Buat Regulasi Baru di CS:GO, Apa Dampaknya ke Ekosistem Esports?

Selama bertahun-tahun, Valve jarang turun tangan untuk menentukan arah perkembangan

Niko Partners: Pertumbuhan Industri Game Indonesia di 2023 Melambat

Game menjadi salah satu industri yang justru tumbuh selama pandemi